BREAK NEWS

Ribuan Pohon Pala Dihancurkan, Warga Pulau Gebe Tolak Kompensasi Murah PT Kariwijaya

Pulau Gebe, MataCamera.IDRapat mediasi antara masyarakat Pulau Gebe dan PT Kariwijaya yang berlangsung di Kantor Camat hari ini berujung buntu. Tidak satu pun kesepakatan dicapai terkait ganti rugi atas penggusuran lahan dan tanaman warga, terutama ribuan pohon pala yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat.

Pertemuan yang dimulai pukul 10 pagi tersebut berlangsung alot. Perusahaan bersikeras hanya bersedia mengeluarkan kompensasi sebesar Rp100 juta untuk 56 orang pemilik lahan, tanpa mempertimbangkan nilai ekonomi dan sosial dari ribuan pohon yang mereka tebang secara sepihak.

Di lapangan, masyarakat menyebut bahwa perusahaan telah menggusur empat bidang lahan yang mayoritas ditanami pala, termasuk sekitar 700 pohon milik warga lainnya. Namun menurut M. Zen Bajao, salah satu tokoh masyarakat Desa Yam yang juga hadir dalam pengukuran resmi lahan pada Maret 2024, kerusakan yang terjadi jauh lebih besar. Ia mengaku lahannya seluas 4 hektar ditanami ribuan pohon pala yang kini telah rata dengan tanah.

“Pohon-pohon pala milik saya itu bukan baru ditanam kemarin. Butuh waktu bertahun-tahun untuk tumbuh. Sekarang semuanya dihancurkan tanpa ganti rugi,” ujar Zen geram.

Mengacu pada Perda Kabupaten Halmahera Tengah, nilai satu pohon pala anakan ditaksir Rp75.000. Maka, jika pohon milik M. Zen diasumsikan sebanyak 10.000 pohon, total kerugian lahan miliknya mencapai Rp750 juta. Ditambah dengan pohon-pohon milik warga lain, estimasi total kerugian akibat penggusuran tersebut sedikitnya mencapai Rp802,5 juta.

Namun pihak perusahaan tetap bersikukuh pada nominal Rp100 juta—jauh dari nilai yang semestinya. Tawaran ini dianggap mencederai hak-hak dasar masyarakat adat dan petani lokal yang selama ini menggantungkan hidup pada hasil pala.

Ironisnya, penggusuran dilakukan meski sebelumnya telah ada pengukuran resmi, yang disaksikan oleh masyarakat sendiri. Fakta ini menunjukkan bahwa perusahaan tetap menjalankan kegiatan tanpa menyelesaikan kewajiban terhadap para pemilik lahan.

Kekecewaan warga kian dalam karena munculnya dugaan keterlibatan oknum tokoh adat dan kepala desa dalam proses pembiaran ini. Nama Kadar, atau akrab disapa “Tol Lamo”, ketua adat setempat, disebut-sebut mengetahui aktivitas penggusuran, namun tidak bertindak untuk melindungi hak warganya.

Menariknya, Sherly Thjoanda, yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Maluku Utara, tercatat sebagai Komisaris PT Kariwijaya. Keterlibatan pejabat tinggi daerah dalam struktur perusahaan ini menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap adanya konflik kepentingan, sekaligus menjadi pertanyaan besar atas keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil.

“Kami tidak bisa menerima ini. Tanah kami dihancurkan, pohon kami dirampas, lalu kami ditawari sisa uang recehan. Ini bukan keadilan, ini penindasan,” tegas salah satu perwakilan warga usai rapat.

Warga menyatakan akan melanjutkan perjuangan melalui jalur hukum dan mendesak pemerintah pusat serta lembaga independen untuk segera turun tangan mengusut tuntas kasus ini.


Redaksi HALTENG / NIA AIRA

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment