5,7 milyar Angaran pemerintah sia sia akibat perencanaan yang kurang matang
![]() |
Photo : Rumah khusus yg terbengkalai. |
MATACAMERA.id-Pembangunan 47 unit Rumah Khusus di Desa Padang Tikar 2, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, menjadi sorotan setelah muncul dugaan bahwa proyek tersebut terancam mangkrak. Dengan anggaran sebesar Rp5,7 miliar yang berasal dari APBD, proyek ini seharusnya menjadi solusi bagi warga yang membutuhkan hunian layak. Namun, berbagai kendala, termasuk sengketa lahan dan lemahnya pengawasan, disebut menghambat kelancaran pembangunannya. Berbagai pihak pun mulai mempertanyakan transparansi dan efektivitas pelaksanaan proyek ini.
Proyek ini dikerjakan melalui Program Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Provinsi Kalimantan Barat, dengan kontraktor pelaksana CV. CEKKALLIR yang memenangkan tender dengan nilai Rp4,34 miliar. Namun, hingga kini, laporan mengenai progres pembangunan menunjukkan perbedaan signifikan. Sebagian pihak menyebut pembangunan belum mencapai 50% dan terdapat kendala serius, sementara pihak lain menegaskan proyek berjalan lancar tanpa hambatan berarti. Perbedaan informasi ini membuat publik semakin penasaran mengenai kondisi sebenarnya di lapangan.
Salah satu isu utama yang diduga menjadi penyebab keterlambatan adalah sengketa lahan. Beberapa sumber menyatakan bahwa status kepemilikan tanah belum sepenuhnya jelas, sehingga menghambat pengerjaan konstruksi. Selain itu, minimnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pemilik lahan disebut sebagai faktor yang memperburuk situasi. Akibatnya, proyek yang seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat justru terancam tidak selesai tepat waktu.
Di sisi lain, ada laporan yang menyebutkan bahwa pembangunan berjalan sesuai rencana tanpa masalah berarti. Kepala Desa Padang Tikar 2, Zainal Abidin Daeng Ali, bahkan menyatakan bahwa masyarakat menyambut proyek ini dengan antusias. Menurutnya, rumah-rumah yang dibangun diperuntukkan bagi warga yang sebelumnya tinggal di kawasan pesisir yang rawan bencana. Pernyataan ini bertolak belakang dengan laporan mengenai hambatan di lapangan, menimbulkan pertanyaan tentang keakuratan informasi yang beredar.
Kurangnya pengawasan dari pihak berwenang juga menjadi perhatian dalam proyek ini. Jika benar terdapat keterlambatan akibat permasalahan lahan dan administrasi, maka seharusnya ada tindakan cepat untuk menyelesaikannya. Pengawasan yang lemah dapat membuka peluang bagi praktik penyimpangan, yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, transparansi dan keterlibatan lebih aktif dari pihak terkait sangat diperlukan untuk memastikan proyek ini berjalan sesuai rencana.
Dengan adanya perbedaan laporan mengenai kondisi pembangunan, langkah verifikasi langsung ke lapangan menjadi sangat penting. Pemerintah daerah dan dinas terkait perlu memberikan klarifikasi resmi mengenai status proyek, termasuk kendala yang dihadapi dan langkah-langkah penyelesaiannya. Masyarakat juga berhak mendapatkan informasi yang jelas agar tidak muncul spekulasi yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap program pemerintah. Jika masalah ini tidak segera ditangani, proyek Rumah Khusus ini berisiko menjadi satu lagi contoh kegagalan pembangunan akibat lemahnya perencanaan dan pengawasan.(MUL)
Berbagai sumber