Datok Penghulu Kampung Tenggulun Tidak Amanah, Anggota DPRK ATAM Terbawa-Bawa!!
0 minutes read
Matacamera.id / Aceh Tamiang, Kebun sawit Pemkab Aceh Tamiang yang berada di kampung tenggulun, Dusun Adil makmur ll, diketahui telah dijarah dan tidak setor PAD ke Pemkab oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Tindakan ini tentunya bertentangan peraturan perundang-undangan dan berpotensi melanggar hukum, serta dapat dikenakan sanksi pidana.
Dari informasi yang diperoleh awak media , ada sejumlah nama disebut-sebut telah menguasai kebun sawit Pemkab Aceh Tamiang tersebut, yang berada dalam perkebunan PT Evan kecamatan Tenggulun, kabupaten Aceh Tamiang.
Dugaan adanya keterlibatan anggota DPRK Aceh Tamiang sangat harum dan kental dengan adanya informasi data yang di dapat di lapangan bahwa hasil panen kebun tersebut di jual oleh pengelola dengan dalih meminjamkan uang untuk pembangunan mesjid,
Namun, sangat di sayangkan dengan mengkonfirmasi melalui telpon WhatsApp 085362****** kepada dugaan Oknum anggota DPRK Aceh Tamiang ketika di konfirmasi membenarkan adanya keterlibatan dirinya tentang hasil panen sawit di kampung tenggulun , dusun adil makmur ll .
“ uang nya mengalir ke mesjid adil makmur ll sebesar 130 juta dan dibagikan untuk mesjid empat dusun yang lain 5 juta perdusun dan pihak kecamatan Ketika memerlukan biaya atas dasar rapat forkopimcam memohon ke penggelolaa untuk di bantu untuk keperluan perlengkapan paskibraka dalam acara HUT RI ” kata warga setempat yang mengelola lahan tersebut ,konfirmasi oleh awak media melalui telpon WhatsApp .
Pengelolaan aset Pemkab yang tidak disetor dan melibatkan oknum anggota DPRK adalah kasus serius yang dapat berakibat kerugian keuangan negara. Pelanggaran ini melibatkan pihak-pihak yang seharusnya menjaga aset publik, yaitu pengurus aset Pemkab dan oknum anggota DPRK. Aset yang tidak disetor dapat menimbulkan kerugian karena tidak digunakan secara optimal atau bahkan hilang karena penyalahgunaan.
Dalam pelaksanaan nya Datok penghulu sebagai pengambil keputusan, terhadap aset Pemkab Aceh Tamiang itu, juga tidak amanah, bagaimana mungkin Datok yang selalu menjalankan tugasnya, sebagai pimpinan di kampung tenggulun dengan nuansa agama,ketika di titipkan uang oleh penggelola tak tepat waktu memberikan ke mesjid mesjid di dusun nya ( tidak amanah ), dan terlalu tidak adil dengan dusun lain di bandingkan dengan dusun nya .
Elaborasi:
1. Pelanggaran Pengelolaan Aset:
Pengurus aset Pemda memiliki tanggung jawab untuk mengelola aset daerah secara efektif dan efisien, termasuk menyetor hasil penggunaan aset ke kas daerah. Ketidaksetoran ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap kewajiban mereka.
2. Keterlibatan Oknum Anggota DPRK:
Keterlibatan oknum anggota DPRK dalam kasus ini dapat berupa dukungan atau bahkan ikut terlibat dalam pelanggaran tersebut. DPRK memiliki fungsi pengawasan terhadap eksekutif, sehingga keterlibatan mereka dapat memperparah pelanggaran.
3. Kerugian Keuangan Negara:
Ketidaksetoran dan penyalahgunaan aset akan menimbulkan kerugian keuangan negara. Aset yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat menjadi tidak produktif atau bahkan hilang.
4. Perlu Tindakan Hukum:
Kasus ini perlu ditindaklanjuti dengan serius. Pihak yang terlibat harus dijerat dengan sanksi hukum yang tegas untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa depan.
5. Pentingnya Pengawasan:
Pengawasan yang ketat dari DPRK, aparat pengawas internal negara (APN), dan masyarakat sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan aset daerah.
Apakah Lahan Hak Guna Usaha Dikenakan Pajak?
Pertama-tama perlu dipahami definisi dari Hak Guna Usaha (“HGU”) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU 5/1960”):
Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Berdasarkan pada Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP 40/1996”) bahwa Pemegang HGU berkewajiban untuk membayar uang pemasukan kepada Negara.
Uang pemasukan yang berasal dari pemberian sesuatu hak atas tanah (HGU) merupakan sumber penerimaan negara yang harus disetor melalui kas Negara.[1]
Penerimaan Negara dalam definisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU 17/2003”) adalah uang yang masuk ke kas Negara.[2] Pendapatan Negara terdiri dari penerimaan pajak (termasuk pungutan bea masuk dan cukai), penerimaan bukan pajak, dan hibah.[3] Penegasan akan kewajiban untuk membayar pajak dengan status hak atas tanah ini ada di dalam Pasal 12 PP 40/1996 bahwa pemegang HGU berkewajiban untuk:
membayar uang pemasukan kepada Negara.
Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis.
Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU;
memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai pengunaan HGU;
menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada Negara sesudah HGU tersebut hapus;
menyerahkan sertipikat HGU yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Terdapat penegasan di huruf b bahwa pemegang HGU wajib melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan. Sehingga untuk lahan pertanian dengan hak atas tanah status HGU ada kewajiban membayar pajak yang kemudian dimasukkan ke kas Negara.
Perjanjian dengan Pemerintah Daerah untuk Penggunaan Hutan Produktif
Menjawab pertanyaan apakah bisa/boleh pemerintah daerah mengadakan perjanjian dengan perseorangan/perusahaan yang ingin menggunakan hutan produktif dan hasil usaha tanaman dipotong 20% masuk kas daerah. Bahwa kerjasama dengan mengadakan perjanjian untuk pengelolaan hutan produktif diperbolehkan dalam hukum positif di Indonesia, hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (“PP 24/2010”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (“PP 61/2012”) sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (“PP 105/2015”), adapun penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung, yang mana dalam penggunaan kawasan hutan wajib mempertimbangakan batasan luas, jangka waktu tertentu dan kelestarian lingkungan.
Pengaturan tentang penggunaan kawasan hutan juga makin diperinci dengan adanya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan (“Permenlhk P.27/2018”) di mana dalam Pasal 3 ayat (1), bahwa penggunaan kawasan hutan hanya dapat diberikan dalam:
kawasan Hutan Produksi; dan/atau
kawasan hutan lindung.
Penggunaan kawasan hutan dilakuan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Sementara pihak DPPKA yang tidak mau di sebutkan namanya, juga menyatakan bahwa dirinya mengetahui perihal kebun sawit tersebut, namun terkait ada setoran PAD enggak pernah tau.
“Soal kebun Pemkab ini, semenjak kebun
Ini di serahkan ke Pemkab ,namun kita tidak pernah tahu apapun.tutupnya
Sementara itu ketua DPRK Aceh Tamiang Fadlon, SH ketika di konfirmasi melalui jumpa persnya mengatakan ketika di cerca pertanyaan dikarenakan itu membawa nama lembaga nanti akan kita panggil dewan yang membidangi Aset Pemerintah Daerah yang diduga ada keterlibatan anggota DPRK Aceh Tamiang nanti kita akan panggil komisi yang membidangi Aset Daerah.tutupnya